Jumat, 12 Juli 2013

HUKUM SHALAT TARAWIH DILAKUKAN SENDIRI ATAU BERJAMA'AH

          Perbedaan pendapat mengenai tatacara pelaksanaan Tarawih memang cukup banyak. Mulai dari perbedaan jumlah raka’atnya, bacaan-bacaannya, bahkan ada sebagian yang masih khilaf tentangmasyru’iyahnya  shalat Tarawih ketika dikerjakan berjama’ah seperti umumnya yang terjadi sekarang ini.
Setiap shalat sunnah punya aturan sendiri-sendiri, termasuk dalam hal apakah dilakukan dengan berjamaah atau tidak. Sebagian shalat sunnah harus dikerjakan dengan cara berjamaah, seperti shalat Idul fithri, shalat Idul Adha, shalat Istisqa', shalat Khusuf dan shalat Kusuf.
          Sebagian lainnya tidak diutamakan untuk dikerjakan secara berjamaah, misalnya shalat sunnah rawatib qabliyah dan ba'diyah, shalat tahiyatul masjid, shalat dhuha, shalat lail dan seterusnya. Shalat-shalat ini dahulu dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan sendirian (munfarid), tidak dengan berjamaah.
          Namun ada pula sebagian shalat yang boleh saja dikerjakan sendiri sendiri ataupun berjama’ah, semisal shalat malam, shalat Dhuha dan Tasbih. Lantas shalat Tarawih masuk golongan shalat sunnah  yang mana ? Apakah masuk golongan shalat sunnah yang disyariatkan berjama’ah, atau sendiri, atau boleh kedua-duanya ?
          Sebelum kita menarik kesimpulan tentang masalah ini, ada baiknya sejenak  kita  menyimak kembali sejarah shalat Tarawih di zaman Rasulullah Saw dan para sahabat radhiyallahu’anhum.

Shalat Tarawih di zaman Nabi dan Shahabat

           Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihain meriwayatkan hadis dari Aisyah RA bahwa pada suatu malam di bulan Ramadan, Rasulullah SAW keluar menuju masjid untuk mendirikan shalat malam. Lalu datanglah beberapa sahabat dan bermakmum di belakang beliau. Ketika Shubuh tiba, orang-orang berbincang-bincang mengenai hal tersebut. Pada malam selanjutnya, jumlah jamaah semakin bertambah daripada sebelumnya. Demikianlah seterusnya pada malam-malam berikutnya. Hal itu berlanjut hingga tiga malam.
          Pada malam keempat, masjid menjadi sesak dan tak mampu menampung seluruh jamaah. Namun Rasulullah SAW tak kunjung keluar dari kamarnya. Hingga fajar menyingsing, Rasulullah SAW baru keluar untuk menunaikan shalat Shubuh. Selepas itu beliau berkhutbah, "Amma Ba'd. Saya telah mengetahui kejadian semalam. Akan tetapi saya khawatir shalat itu akan diwajibkan atas kalian sehingga kalian tidak mampu melakukannya."
          Untuk selanjutnya shalat Tarawih tidak dikerjakan secara berjama’ah. Kondisi seperti ini berjalan hingga Rasulullah SAW wafat,  masa pemerintahan khalifah Abu Bakar dan awal pemerintahan sayyidina Umar.
          Barulah setelah berjalan beberapa waktu,  khalifah Umar bin Al-Khattab ra.  Memerintahkan agar shalat Tarawih dikerjakan secara berjama’ah.
          Jika ada pertanyaan, mengapa Khalifah Abu Bakar tidak memerintahkan kaum muslimin mengerjakan Tarawih secara berjamah ? Analisanya adalah bahwa masa khilafah Abu Bakar tidak berlangsung lama, hanya sekitar 2 tahun saja. Sedangan dimasa itu pula kaum muslimin mengalami berbagai fitnah dan cobaan. Misalnya kasus murtadnya berbagai dari suku-suku arab. Sementara itu kaum muslimin saat itu sedang menghadapi peperangan besar melawan Romawi. Tentu mereka sibuk mempersiapkan peperangan besar.
Demikian pula pada masa kekhalifahan Abu Bakar ra. dan awal kekhalifahan Umar bin Khattab. Baru kemudian pada tahun ke-4 Hijriah, Khalifah Umar berinisiatif untuk menjadikan shalat tersebut berjamaah dengan satu imam di masjid. Beliau menunjuk Ubay bin Kaab sebagai imamnya. Khalifah Umar lalu berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini." (HR. Al-Bukhari)
          Imam Abu Yusuf pernah bertanya kepada gurunya, Imam Abu Hanifah, tentang shalat tarawih dan apa yang diperbuat oleh Khalifah Umar. Imam Abu Hanifah menjawab, "Tarawih itu sunnah muakkadah. Umar tidak pernah membuat-buat perkara baru dari dirinya sendiri dan beliau bukan seorang pembuat bid'ah. Beliau tak pernah memerintahkan sesuatu kecuali berdasarkan dalil dari dirinya dan sesuai dengan masa Rasulullah SAW. Umar telah menghidupkan sunnah ini lalu mengumpulkan orang-orang pada Ubay bin Kaab lalu menunaikan shalat itu secara berjamaah, sementara jumlah para sahabat sangat melimpah, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, dan tak satu pun yang mengingkari hal itu. Bahkan mereka semua sepakat dan memerintahkan hal yang sama."

Mana yang lebih utama  mengerjakan Tarawih secara berjama’ah atau sendiri

          Bila kita analisa, sebab kenapa Rasulullah Saw meninggalkan mengerjakan shalat Tarawih secara berjama’ah adalah karena khawatir hal tersebut akan di wajibkan atas umatnya. Maka sepeninggal beliau tentu kekhawatiran ini tidak ada lagi, hal inilah yang kemudian menyebabkan khalifah Umar mengambil insiatif agar sunnah berjama’ah Tarawih dihidupkan kembali. Dan ternyata apa yang dilakukan oleh khalifah Umar ra, disetujui dengan suara bulat oleh seluruh shahabat. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa ada satu shahabat yang menentang  kebijakan khalifah Umar ketika itu. Maka dengan sendirinya dikatakan bahwa shalat Tarawih dengan berjamaah merupakan ijma' para shahabat. Dan ijma' merupakan salah satu sumber syariah yang disepakati.

          Dan sejak hari itu hingga saat ini, shalat tarawih berjamaah terus berlangsung tiap malam Ramadhan di masjid Nabawi Madinah, dan juga di semua masjid yang ada di muka bumi. Seluruh ulama baik salaf maupun khalaf sepakat atas disyariatkannya shalat tarawih berjamaah di belakang satu imam, karena seperti itulah yang awal mula dikerjakan oleh Nabi SAW.

          Para ahlu fiqih secara jumhur bersepakat menarik kesimpulan tidak berjamaahnya Nabi Saw dalam shalat Tarawih bukan bersifat menasakh hukum kesunnahan Tarawih berjamaah. Tetapi memberi dasar hukum kebolehan shalat Tarawih dilakukan tidak berjamaah karena adanya alasan tertentu. Meskipun yang lebih utama adalah dikerjakan secara berjama’ah. Wallahu’alam bis Shawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar